Selasa, 21 Maret 2017

Cara memahami istilah revolusi mental

Pembicaraan tentang revolusi mental sekarang sangat populer disampaikan oleh banyak pihak mulai dari para pakar ilmu pengetahuan atau politikus ,hal ini sesuai dengan pernyataan oleh preseiden jokowidodo .maka pemaknaan terhadap istilah revolusi mental sangat penting untuk dipahami ,mengartikan istilah “revolusi mental” yang dikemukakan oleh joko widodo (presiden R.I ). 

Ini perlu dikemukakan sebab cara kita memahami makna revolusi mental sering diwarnai dengan kecenderungan untuk mengambil apa yang kita lihat dan dengar hanya menurut apa yang ada dalam persepsi kita masing masing , atau menafsirkannya sesuai kepentingan kita. Cara pikir ini cenderung mengabaikan substansi.persoalan yang perlu mendapat perhatin khusus.


Kelenturan mental, yaitu kemampuan untuk mengubah cara berpikir, cara memandang, cara berperilaku/bertindak juga dipengaruhi oleh hasrat (campuran antara emosi dan motivasi). 

3. Memakai istilah ‘mentalitas ’ untuk menggambarkan dan juga mengkritik “mentalitas zaman”. Ada mentalitas petani, mentalitas industrial, mentalitas priyayi, mentalitas prgawai dan lain lain . Mentalitas priyayi tentu bukan sekadar perkara batin para priyayi, melainkan cara mereka memahami diri dan dunia, bagaimana mereka menampilkan diri dan kepercayaan yang mereka yakini, cara berpakaian, bertutur, berperilaku, bertindak, bagaimana mereka memandang benda-benda, ritual keagamaan, seni, dan sebagainya 

4. Kekeliruan memahami pengertian mental (dan bahkan ada yang menyempitkannya ke kesadaran moral) membuat seolah-olah perubahan mental hanyalah soal perubahan moral yang tidak ada hubungannya dengan hal-hal badaniah dan soal-soal struktural ekonomi, politik, dan lainnya. Padahal kesadaran moral, atau hati nurani yang mengarahkan orang ke putusan. Moral yang tepat,hanyalah salah satu buah daya-daya mental yang terdidik dengan baik.

5. Kekeliruan ini muncul dari perdebatan menyangkut kaitan kebudayaan, struktur sosial dan pelaku. Kekeliruan itu terungkap dalam perkataan kita sehari-hari: mudah sekali kita mengatakan bahwa itu masalah mental pelakunya!”, atau: “tidak, itu masalah Struktur!” Akibatnya, interaksi keduanya terasa putus, kesesatan itu melahirkan pandangan seakan-akan ‘kebudayaan’ berurusan hanya dengan ranah subyektif pelaku, sedangkan ‘struktur sosial’ berurusan dengan ranah obyektif tindakan. Dan keduanya tidak berhubungan. Itu pandangan yang keliru dan perlu diluruskan

6. Bagaimana kekeliruan itu dikoreksi? Jawabnya: hubungan integral antara “mental pelaku” dan “struktur sosial” terjalin dengan memahami ‘kebudayaan’ (culture) sebagai pola cara¬berpikir, cara-merasa, dan cara-bertindak yang terungkap dalam praktik kebiasaan sehari-hari (practices, habits). Di dunia nyata tidak ada pemisahan antara ‘struktur’ sebagai kondisi material/fisik/sosial dan ‘kebudayaan’ sebagai proses mental. Keduanya saling terkait secara integral.

7. Corak praktik serta sistem ekonomi dan politik yang berlangsung tiap hari merupakan ungkapan kebudayaan, sedangkan cara kita berpikir, merasa dan bertindak (budaya) dibentuk secara mendalam oleh sistem dan praktik pembiasaan dalam ekonomi serta politik. Tak ada ekonomi dan politik tanpa kebudayaan, dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa ekonomi dan politik. Pemisahan itu hanya ada pada aras analitik. Pada yang politik dan ekonomi selalu terlibat budaya dan pada yang budaya selalu terlibat ekonomi dan politik.

8. Selain sebagai corak/pola kebiasaan, tentu kebudayaan juga punya lapis makna yang berisi cara masyarakat menafsirkan diri, nilai dan tujuan-tujuan serta cara mengevaluasinya. Kebudayaan juga punya lapis fisik/material karya cipta manusia termasuk sistem pengetahuan yang melandasinya. Namun dalam praktek sehari-hari ketiganya tidak terpisah secara tajam.

9. Contohnya adalah bagaimana selera dan hasrat terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang kita peroleh melalui struktur lingkungan. Konsumerisme sebagai gejala budaya lahir dari perubahan struktur lingkungan yang memaksakan hasrat tertentu agar menjadi kebiasaan sosial. Misalnya, kebiasaan berbelanja sebagai gaya hidup dan bukan karena perlu, atau menilai prestise melalui kepemilikan benda bermerek luar negeri.

10. Implikasi dari kekeliruan memahami gejala yang disebut pada butir 5 dan 6 di atas sangat besar. Pernyataan-pernyataan publik seperti pendekatan ekonomi dan politik sudah gagal sehingga diperlukan jalan kebudayaan adalah contoh kekeliruan memahami hubungan integral struktur, kebudayaan, dan pelaku. Kekeliruan itu juga melahirkan anggapan seakan-akan urusan perubahan mental akan menciutkan masalah-masalah kemiskinan dan korupsi sebagai perkara moral bangsa – “kalau moral berubah, selesailah masalah!”. Sungguh keliru anggapan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Contoh laporan Penelitian Tindakan Kelas

< !-- Bahan pelajaran --> BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Semua guru atau siswa pasti selal...