PENURUNAN SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA
(Permasalahan Masyarakat dan Bahasa)
ABSTRAK
Bahasa dan masyarakat adalah dua dua aspek yang saling mempengaruhi dan membutuhkan. Berkembang atau tidaknya bahasa bergantung kepada masyarakat dan masyarakat bergantung epada bahasa dalam menjalani kehidupannya. Karena adanya aspek saling mempengaruhi inilah muncul penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, namun penurunan sikap posuitif terhadap bahasa Indonesia ini dapat diatasi , misalnya dengan memperbaiki system pembelajaran bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang “laku” di dunia pekerjaan, mengurangi penggaunaan bahasa yang berdialek kedaerahan di media masssa, memberikan kewenangan kepada pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
Kata Kunci: bahasa, sikap positif,
Bahasa dan masyarakat adalah dua komponen yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan ini. Bahasa sangat tergantung kepada masyarakat untuk dapat bertahan “hidup”, sebaliknya masyarakat sangat tergantung kepada bahasa untuk menjalani kehidupannya. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya masyarakat hidup tanpa bahasa dan bahasa pun akan punah bila masyarakat tidak menghendaki bahasa itu.
Sebagai masyarakat pemakai bahasa, bangsa Indonesia patut bersyukur karena telah memiliki bahasa dalam menjalani kehidupannya.
Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia yang telah memiliki bahasa bahasa nasional sebagai saran untuk berkomunikasi tanpa mengalami kendala yang berarti. Dikatakan tanpa mengalami kendala yang berarti, bangsa Indonesia telah memiliki bahasa nasional tanpa mengalami perangkat dan kericuhan-kericuhan seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa lain (Suharianto, 1981:13)
.
Sebagai Negara yang multi etnis, yang juga terdiri dari beribu-ribu pulau dan juga sebagai Negara yang merupakan bagian dari Negara-negara yang ada di dunia. Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh yang ada, baik yang datang dari luar maupun dari wilayah Indonesia sendiri, pengaruh yang datang memberikan dampak terhadap pemakaian bahasa Indonesia. Dampak itu dapat berupa dampak yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh positif akan memperkaya perkembangan bahasa Indonesia sedangkan pengaruh negative justru sebaliknya.(Arifin,2006:1-2).
Dampak negative dari pengaruh yang ada, kemyataan sekarang menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah tidak begitu agung pada saat ikrar sumpah pemuda. Kedudukan Bahasa Indonesia sekarang ini telah terjadi “kerumpangan” (gap) dalam perilaku berbahasa Indonesia (Mustofa, Sriwijaya,Post, 27 Oktober 1993) Akibat adanya gap ini ditandai dengan munculnya penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Dalam tulisan ini, berdasarkan kajian deslriptif study pustaka diungkapkan factor penyebab penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dan gagasan untuk mengatasi penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
B. FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA
INDONESIA
Sebagaimana yang telah disampaikan pada bagian pendahuluan bahwa bahasa tidak terlepas dari masyarakat. Membicarakan masalah bahasa, maka tidak akan terlepas dari pemakai itu sendiri karena pemakai bahasa akan menentukan berkembang dan baik atau tidaknya bahasa tersebut. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa pemakai bahasa Indonesia mempunyai kecendrungan lebih bangga menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia.
Hal ini terjadi dengan alas an agar dapat dikatakan “ngetren” (sedang musimnya) dan untuk lebih mudah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua hal ini tentu saja dapat menyebabkan timbulnya penurunan sikap pisitif terhadap bahasa Indonesia walaupun masih ada hal lain menjadi penyebab hal tersebut.
Menurut Mustopa (Sriwijaya Post, 27 Oktober 1993:4), hal-hal yang menyebabkan terjadinya penurunan sikap positif terjhadap bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Kurang Minat Siswa Terhadap Pelajaran Bahasa Indonesia
Banyak siswa yang menganggap bahasa Indonesia mudah. Akibatnya, mereka tidk mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, karena tidak mempelajari bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh, maka hasil yng diperoleh siswa tentu saja menjadi tidak baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Suharianto (Suara Karya, 2 Oktober 1992), yang menyatakan pendapatnya sebagai berikut.
Dapat dikatakan amat jarang para peljar, khususnya dari sekolah dari sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi, yang mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dengan niat agar dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, umumnya mereka mengikuti sekedar untuk memperoleh nilai. Hal itu tampak dari kesungguhan mereka ketika mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan upaya yang mereka perlihatkan. Banyak siswa maupun mahasiswanya yang “pandai” berbahasa Indonesia hanya pada waktu dalam pendidikan, tetapi setelah mereka lulus , mereka kembali “ke zaman kebodohan” lagi, artinya mereka berbahasa tidak karuan lagi, sama seperti mereka yang tidak pernah belajar bahasa Indonesia.
b. Kurangnya Pengharagaan Terhadap Orang yang Menguasai Bahasa Indonesia
Pemakai Bahasa (masyarakat) yang menguasai bahasa Indonesia dan menggunakan dengan bak dan benar belum mendapat penghargaan di lingkungan masyarakat itu berada. Misalnya saja seorang seorang pegawai kantor yang menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidk akan ada penghargaan kepadanya. Hal seperti ini, menyebabkan para pegawai akan menyepelekan bahasa Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tidak laku dipasaran kerja (Suara Karya, 2 Oktober 1992), Terbukti terlampir semua kantor atau instansi, meskipun pada kenyataannya tidak berhubungan dengan orang asing, selalu mempersyaratkan calon pegawainya harus mampu berbahasa Inggris.
Hal ini sangat disyangkan, karena pada umumnya justru menggunakan bahasa Indonesialah yang mendominasi hamper seluruh aktivitas pegawai di lingkungan kerjanya.
c. Pengaruh Media Massa
Media massa sebagai media yang sangat dekat dengan masyarakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa oleh masyarakat, karena masyarakat cendrung meniru (mengimitas) terhadap apa yang disampaikan oleh media massa (Skinner dalam Mustofa, Sriwijaya Post, 27 Oktober 1993:4). Salah satu materi tayangan yang mempunyai pengaruh terhadap pemakaian bahasa oleh media massa adalah dengan munculnya bahasa dialek tertentu itu, misalnya dialek Betawi/dialek Jakarta itu adalah bahasa Indonesia yang tepat.
d. Pengaruh Pejabat atau Tokoh Masyarakat
Pejabat atau tokoh masyarakat adalah public figure yang sering menjadi contoh bagi masyarakat. Masyarakat cendrung untuk mencontoh orang “penting”, pemimpin, atau orang yang menjadi panutan di masyarakat (misalnya tokoh masyarakat, tokoh idola). Apalagi pemimpin, tokoh masyarakat tersebut menggunakan bahasa yang tidak benar atau tidak baik, maka masyarakat akan mencontohnya. (Sriwijaya Post, 16 November 1992).
e.Belum adanya Sanksi dari Pemerintah
Sarumpaet berpenapat bahwa penurunan sikap positip terhadap bahasa Indonsia disebabkan pemerintah tidak punya upaya yang memadai untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa pemakai bahasa Indonesia disetiap kegiatan apapun sangat penting. Selain itu, pemerintah tampaknya tidak punya keberanian memberikan sanksi karena memang tidaak ada undang-undangnya (Merdeka,21 Desember 1992).
Sehubungan dengan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai sikap yang tegas, yang ada hanyalah anjuran dan sifatnya tidak mengikat, sehingga masyarakat tidak merasa wajib mengikutinya. Seandainta pemerintah mempunyai sikap yang tegas terhadap pemakai bahasa Indonsia, niscaya pemakai bahasa Indonesia akan berhati-hati dalam menggunakan bahasa ndonesia. Akibat tidak intensifnya pemasyarakatan peraturan tentang penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat, menyebabkan masyarakat tidk hati-hati dalam menggunakan bahasa Indonesia.
f. Kekeliuan Pandangan Masyarakat
Penyebab lain penurunan sikap positif terahadap bahasa Indonesia adalah karena pemakaian bahasa Indonesia yang “Compang-camping”.
Maksudnya mencampuradukkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Hal ini terjadi karena kesalahan pandangan/persepsi di masyarakat bahwa menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris dapat meningkatkan status dan gengsi. Untuk permasalaan seperti ini, masyarakat dapat mencontoh bangsa Jepang dan bangsa Korea. Bangsa Jepang dan bangsa Korea dapat menunjukkan kemampuannya sebagai bangsa yang maju dan disegani walaupun tetap menggunakan bahasanya sendiri.
Dari pengalaman. Dari pengalaman bagnsa Jepang dan Korea ini, didapat pengalaman bahwa tidak dengan bahasa asing (bahasa Inggris) timbul bukan karena pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbus tidak berfungsi dan mengalami kegagalan, akan tetapi lebih disebabkan sikap dari pemakai bahasa itu sendiri. Pandangan atau persepsi yang membanggakan bahassa asing (misalnya bahasa Inggris) justru “memojokkan” bahasa Indonesia (Halaim, 1984:15-25).
g. Merasa Telah Dapat Berbahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat (pemakai bahasa) tidak pernah direpotkan oleh Bahasa Indonesia. Masyarakat dapat memahami informasi (berita maupun iklan) dalam surat kabar, majalah, televise ataupun radio. Masyarakat berkomunikasi sesame teman dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kalau ukuran bahasa Indonesia hanya sebatas untuk keperluan “Komunikasi Harian”, memang benar hampir semua orang Indonesia dapat berbahasa Indonesia.
Namun, bahasa Indonesia juga mempunyai fungsi yang luas, maka ada aturan yang harus diikuti diikuti oleh pemakai bahasa. Untuk mengantisipasi hal ini, tentu saja masyarakat harus mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh (Hamied, 1989:95).
h. Minimnya Padanan Kata
Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kata atau istilah bahasa asing (terutama bahasa Inggris) yang tidak dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa Indonesia. Untuk itulah bahasa Indonesia “meminjam” kata atau istilah asing untuk digunakan dalam bahasa Indonesia. Memang meminjam kata atau istilah bahasa asing adalah hal yang lumrah tetapi masyarakat (pemakai bahasa) harus memiliki sikap agar jati diri bahasa tetap ada (Padwijoyo, Kompas 29 Oktober 1993:4).
Sumber Rujukan
Aduh, M,Asfandi, 1981. Bahasa Indonesia Baku dan Fungsi Guru dalam Pembinaan Bahasa Indonesia.Surabaya:PT Bina Ilmu
Arifin,E,Zainl dan S,Amran Tasai.2006.Cermat Berbahasa Indonesia:untuk perguruan tinggi, Jakarta:Akademi Pressindo
Baran, Stanley J dan Denis K. Davis.2000. Mess Communication Theory Foundation, Ferment, and Future, Canada:Wrdworth
Halim, Amran.1984, Politik Bahasa Nasional I. Jakarta:PN Balai Pustaka
Merdeka, “Saatnya Dibuat UU Penggunaan Bahasa Indonesia” dalam Merdeka,21 Desember 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar