Sabtu, 23 Januari 2016

HUBUNGAN ANTARA BELAJAR DAN PENILAIAN

google-site-verification: googlece10d31cbf99e652.html google-site-verification: google3af1bb1b06d00a8c.html

Melakuan Penilaian Autentik berarti bahwa  proses belajar yang Autentik juga harus dilakukan dengan benar dan terarah secara efektif . Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya. belajar  dan penilaian semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh pembelajaran  serta penilaian autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.penilaian autentik berarti  terjadi juga  pembelajaran yang autentik pula. 


Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Penilaian Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.

Dengan demikian, penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.


Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan ilmiah , memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. 


Di sini,  guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Penilaian autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.


Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan elemahan peserta didik serta desain pembelajaran. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.  Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.  Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah. 

 

Penilaian autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah  gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.

Penilaian hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika penilaian tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula penilaian autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. 

Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui penilaian proses dan hasil belajar yang autentik.


Data penilaian autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan akuntabilitas  implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data penilaian autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari penilaian otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.

 

Analisis kuantitatif dari data penilaian autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Contoh laporan Penelitian Tindakan Kelas

< !-- Bahan pelajaran --> BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Semua guru atau siswa pasti selal...