Pendahuluan
Kesan yang
selama ini terjadi bahwa siswa sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu
menyerap pelajaran. Sehingga berbagai predikat pun selalu diberikan kepada siswa misalnya pemalas, tidak
memperhatikan pejelasan guru, nakal, bodoh, dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa
dalam menyerap pelajaran yang diberikan bermula dari proses pembelajaran
yang tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya siswa menjadi malas dan
tidak tertarik terhadap materi yang disampaikan.
Sebuah pernyataan yang patut menjadi
renungan bagi para guru adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan
dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata
pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana
belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses
perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan
proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan pasif meneri ma
materi pel aj aran.(hhtp//www.hendryrisj awan.com)
Beranjak dari hal
tersebut, sudah saatnya guru untuk merubah paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centred
menjadi stundent-centred yang menyenangkan. Apa lagi hal tersebut memang sudah diamanatkan
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar
pendidikan nasional. Undang-undang No. 20
pasal 40 ayat 2
berbunyi “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Sementara Peraturan Pemerintah No.19 pasal 19
ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak
yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik,
serta psikologi siswa”
Sebenarnya sudah
banyak literatur yang membahas tentang pembelajaran menyenangkan yang diistilahkan dengan
kata PAKEM atau PAIKEM yang dapat digunakan oleh
para guru. Demikian pula beberapa pendekatan untuk mendukung PAKEM seperti quantum
teaching, kontekstual teaching, dan active learning. Namun masih sedikit para
guru yang tertarik untuk menggunakannya. Hal ini mungkin disebabkan
keterbatasan waktu bagi guru untuk membaca
literatur tersebut karena umumnya tebal dan lebih bersifat teoritis. Artikel
ini mudah-mudahan dapat menjadi solusi yang dapat digunakan para guru untuk
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
B. PEMBAHASAN
1. Pembelajaran yang Menyenangkan
Istilah pembelajaran mengacu pada dua
aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa
yang dilakukan oleh guru dan aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Hal ini seperti yang
diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan
siswa sebagai penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan
pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Arief.S Sadiman
pembelajaran adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu
(Arief S. Sadiman, dkk., 1990 : 11)
Dari ketiga
definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur penting yaitu :
1.
Proses
yang di rencanakan guru,
2.
Sumber
belajar,
3. dan siswa yang belajar.
Dalam konteks
pembelajaran menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi tinggi
dalam belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan mengembi rakan.
M enurut M
ulyasa, pembel aj aran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang
didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan.
Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal
tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini
perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun
siswa dalam melakukan proses pembelajaran. (Rusman, 2011: 326)
Pembelajaran dikatakan menyenangkan
apabila di dalamnya terdapat suasana yang rileks,
bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya
keterlibatan penuh, perhatian peserta
didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan
gembira, konsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan
terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak
berdaya, tidak bersemangat, malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana
pembelajaran monoton, pembelajaran
tidak menarik siswa.(Indrawati dan Wawan Setiawan, 2009: 24)
2. Urgensi Pembelajaran yang
Menyenangkan
Dalam keseluruhan
proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama.
Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada
bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran
efektif adalah apabila terciptanya suasana yang menimbulkan konsentrasi belajar siswa.
Menurut hasil
penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian
mengenai otak dan pembelajaran menungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu
dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah) maka
struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang
tercipta hal-hal baru seperti jaringan
syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru.(Indrawati dan Wawan Setiawan,
2009 : 22)
Tentu saja
konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas tidak nyaman. Oleh
karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan
kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan
tindakan belajar dan akan mendorong
anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan
kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. (Asri budiningsih, 2005 : 7)
Demikian pula sebaliknya, prakarsa
anak untuk belajar akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam
aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali
dibuat oleh pengajar dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak selalu diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi,
anak akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan control diri. Apa yang
terjadi bila anak selalu dikuasai oleh rasa takut. Anak akan mengembangkan
pertahanan diri (defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan pembelajaran, melainkan cara-cara
untuk mempertahankan diri mengatasi rasa takut. Anak-anak demikian tidak
akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan
ketidakmampuannya.(Asri Budiningsih, 2005 : 7).
Selama ini sebagian guru atau sekolah
masih terperangkap dalam tradisi yang mengukung
kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua kelas
memberikan aba-aba dengan kata-kata DUDUK YANG RAPIH, TANGAN DI MEJA, MULUT DIKUNCI. Memang sepintas kebiasaan tersebut
terlihat baik karena suasana kelas menjadi hening dan tidak gaduh, tetapi
suasana tersebut mempengaruhi keleluasaan
siswa dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Siswa menjadi takut dan
lebih banyak menerima dari guru ketimbang aktif mencari. Para guru merasa sukses mengajar jika para siswanya
memperhatikan dengan seksama penjelasan sang guru, serius, dan tidak
ngobrol.
3. Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam rangka
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain :
1. Menyapa siswa dengan
ramah dan bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah
penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya.
Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih
hidup dan menggairahkan.
Oleh karena itu
selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada siswa, misalnya
“anak-anak senang bertemu kal ian hari i ni, kal ian adal ah anak-anak bapak
atau/ibu yang hebat”. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi
semangat para siswa. Kita dapat bayangkan jika seorang guru ketika memulai
pembelajaran dengan raut muka ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas menjadi menegangkan
dan menakutkan.
2. Menciptakan suasana rileks
Ciptakanlah lingkungan yang releks, yaitu dengan menciptakan
lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk secara
berkala sesuai keinginan siswa. Bisa memakai format U, lingkaran, Cevron, dan
lain-lain. Selain itu, ciptakanlah suasana kelas dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk menanamkan
keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan,
katakan kepada siswa ji ka j awabannya salah katakan “KAN LAGI BELAJAR”.
Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang lumrah dan tidak
berdosa.
3. Memotivasi siswa
Motivasi adalah sebuah konsep utama
dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan
dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan. Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar
bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena
rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri
peserta didik yang akan belajar. Respon
yang baik tersebut, akan berubah menj adi sebuah motivasi yang tumbuh dal am di ri nya, sehi ngga i a merasa
terdorong untuk mengi kuti proses pembel aj aran dengan penuh perhatian
dan antusias.
Apabila dalam
diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar, maka tujuan belajar akan
lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar
dibanding mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan.
Kebanyakan
pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman peserta didik. Padahal
belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi
yang didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan
dicapai.
Banyak cara dalam memberikan motivasi kepada siswa
antara lain dengan membuat yel-yel berupa kata-kata afirmasi seperti dialog dibawah ini :
Guru : Apa Kabar ?
Siswa : Kabar baik !
Guru : Apakah kalian suka
belajar ?
Siswa : ya kami suka !
Guru : seberapa suka ?
Siswa : sangat suka !
Guru : untuk apa kalian
belajar ?
Siswa : agar pintar !
Guru : seberapa pintar ?
Siswa : sangat pintar !
Guru dapat
membuat kata-kata afirmasi sendiri yang disesuaikan dengan harapan yang dinginkan
dari kata-kata tersebut. Misalnya guru ingin agar siswa memperlakukan guru dengan hormat dapat membiasakan
kalimat ini bagi siswa :
Guru : apakah kalian
murid yang baik ?
Siswa : ya kami murid
yang baik !
Guru : bagaimana kalian
memperlakukan guru ?
Siswa : dengan hormat
Guru : seberapa hormat ?
Siswa : sangat hormat !
Kata-kata afirmasi tersebut dapat
digunakan pada awal pemebelajaran, pertengahan, dan penutupan. Dan digunakan secara berulang-ulang sehingga kata-kata
tersebut menghujam ke hatinya
sehingga melahirkan sikap yang positif sesuai dengan kata-kata afirmasi itu sendiri.
4. Menggunakan ice breaking
Dalam pelajaran
terkadang kita melihat timbulnya suasana yang kurang mendukung hingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan
dari pembelajaran. Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku
sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman.
Icebreaking
berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu dilakukan
oleh guru karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu
focus tertentu hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi
seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian (focus). Seorang guru harus peka keti ka mel i hat gejala
yang menunj ukkan bahwa siswa sudah tidak dapat konsentrasi lagi dengan
melakukan ice breaking agar siswa menjadi segar dan konsentrasi kembal i. Ice breaking bisa berupa yel -yel, tepuk tangan,
menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
5. Menggunakan metode yang variatif
Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan,
kecerdasan, dan gaya belajar yang
berbeda-beda. Paling tidak ada 4 gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan Howard
Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu menyadari
bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, untuk mengakomodir semua siswa
belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat
menggunakan metode yang bervariasi.
Untuk mendukung
hal tersebut beberapa metode praktis (Ismail SM, M.Ag, 2008 : 74-88) yang dapat diterapkan antara
lain :
a.
Every
one is a teacher here
Dalam metode ini setiap siswa sebagai
guru. Setiap siswa menuliskan sebuah pertanyaan pada selembar kertas tentang
materi pokok yang telah atau sedang dipelajari. Pertanyaan tersebut dikumpulkan
dan diacak kemudian dibagikan kembali kepada siswa. Diupayakan kertas yang
dikembalikan tersebut tidak kembali kepada yang membuat pertanyaan semula.
Kemudian siswa diminta untuk membacakan pertanyaan yang ada padanya
dan menjawabnya sesuai dengan kemampuannya selanjutnya diberikan kesempatan kepada siswa
yang lain untuk menambahkan j awabannya.
b.
The
Power of two and four
Guru menetapkan satu
masalah atau pertanyaan terkait dengan materi yang telah atau sedang dipelejari. Setiap siswa diminta memikirkan
jawabannya masing-masing
kemudian mencari pasangan untuk mendiskusikannya. Setelah
berdiskusi dengan pasangannya masing-masing,
siswa diminta untuk membuat kelompok dimana masingmasing kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap
kelompok kembali mendiskusikan persoalan yang sama.
c.
Card
sort
Dalam metode ini, guru menyiapkan kartu berisi tentang materi
pokok yang telah atau sedang dipelajari. Isi kartu terdiri dari kartu induk
(topic utama) dan kartu rincian. Seluruh
kartu diacak kemudian dibagikan kepada setiap siswa. Perintahkan kepada siswa untuk bergerak mencari kartu induknya.
Setelah ketemu kartu induknya, siswa secara
otomatis akan membuat kelompok sesuai dengan topic atau kartu induknya dan menyusun rincian sesuai dengan urutannya
masing-masing. Guru kemudian mengecek apakah
ada siswa yang salah masuk kelompok atau salah dalam mengurutkan ri nci
annya.
d.
Reading
aloud
Guru memilih sebuah teks yang menarik sesuai dengan topik
pembelajaran yang dibagi dalam
potongan-potongan kertas untuk dibaca dengan keras oleh siswa secara bergantian.
Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu,
kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan,
atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi si
ngkat j ika para siswa menunj ukan mi nat dalam bagi an tertentu.
C. Penutup
Para guru
hendaknya menyadari bahwa pembelajaran yang menyenangkan dapat meningkatkan
keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam setiap proses pembelajaran. Beberapa cara yang dapat di pakai guru untuk menci ptakan pembel aj aran yang
menyenangkan antara lain dengan
menambahkan ice bereaking dalam proses pembelajaran, metode yang bervariasi,
menciptakan suasana yang rileks, memotivasi siswa, dan menyapa peserta dengan
hangat dan antusias. Dalam konteks
pembelajaran menyenangkan guru dituntut tidak hanya memerankan diri
sebagai pengajar atau pendidik, tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator
bagi peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKAArief S. Sadiman, dkk., 1990, Media
Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, CV. Rajawal i,
Jakarta
Asri
Budiningsih, C., 2005, Belajar dan Pembelajaran, Bumik Aksara, Jakarta.
Indrawati, M.Pd dan Wawan Setiawan, 2009, Modul
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diterbitkan oleh
PPPPTK I PA.
Ismail SM, M.Ag, 2008,
Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group.
Rusman, M .Pd, 2011, Model-Model
Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar